Lingkungan Hidup  

Posted by wan_one


Lingkungan Hidup Yang Kita Nikmati Adalah Pinjaman Anak Cucu Kita

Saginta Deangga


Coba anda hirup udara di pegunungan atau di pagi hari, wow… pasti sungguh segar. Tapi pernahkah anda berfikir kalau udara yang anda hirup itu punya siapa, apakah punya anda atau punya teman anda, atau apakah jangan jangan itu punya anak cucu kita yang tanpa sengaja anda pakai untuk hidup. Berarti anda termasuk orang yang kejam, dengan hanya memikirkan anda sendiri tidak memikirkan anak cucu anda. tidak hanya udara kita serakah, tetapi dalam segala hal. Contohnya dari flora dan fauna, kita sekarang dapat melihat semua binatang tetapi itu pun tidak ke semuanya karena bayangkan saja di jaman kita ini sudah berapa banyak jenis flora dan fauna yang hampir punah,dan bayangkan juga setelah berapa tahun saat anak cucu kita hidup berapa banyak jenis flora dan fauna yang akan tertinggal. Pastinya tidak kan bisa kita bayangkan. itu tidak hanya dari udara dan flora fauna tetapi masih banyak lagi. Kerusakaan yang diakibatkan oleh kita maupun sebelum sebelum kita karena kurangnya pengawasaan kita dan pemeliharaan kita sudah itu kita juga tidak mempunyai rasa menghargai alam yang sudah diberikan kepada tuhan malah kita mencelakakan anak cucu kita, dengan cara kita meniggalkan kerusakaan kerusakaan alam yang sangat fatal, contohnya, pengundulan hutan yang mengakibatkan banjir, longsor, kekurangan air, dan masih banyak lagi. Selain pengundulan hutan kita juga melakukan pembuangan limbah yang sembarangan yang mmengakibatkan pencemaran dan dapat membunuh flora dan fauna di sekitar tempat pembuangan limbah. Dan juga pemburuan hewan yang langka, pernahkah anda berfikir kalau hewan yang diburu dijadikan apa? Yang pasti di buat baju, tas, dompet yang terbuat dari kulit binatang yang diburu,dan juga dijadikan hiasan patung hewan. Tapi apakah anda pernah berfikir secara jauh apa kegunaan dari itu semua dan untuk siapa saja yang dapat merasakan itu semua? Tentu saja yang dapat merasakaan itu semua hanya segelintir orang dan hanya dapat dirasakaan hanya beberapa waktu itu pun yang dapat membelinya bayangkan kalau salah satu jenis hewan itu ada yang punah tentu saja rantai makanan akan terputus, contohnya kita ambil hewan yang kecil tikus atau kelinci, otomatis hewan yang memakan tikus atau kelinci tersebut akan punah juga dikarenakan hewan tersebut mati kekurangan makanan. Sebenarnya kuncinya adalah melindungi hutan karena hutan itu sumber semuanya, hutan yang menghasilkan oksigen, hutan yang melindungi flora dan fauna, hutan yang menjaga debit air tetap ada, hutan juga melindungi kita dari kerusakaan kerusakaan alam.


Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur.oleh karna Indonesia dilewati oleh garis katulistiwa maka tumbuhan yang ada di Indonesia sekarang tumbuh jadi tanaman yang subur, namun saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang. Saat ini banyak yang menyadari bahwa planet bumi telah memasuki masa yang kritis. Dibanding masa lalu, saat ini bumi telah mengalami banyak perubahan yang signifikan. Kebutuhan manusia di zaman ini telah melampaui potensi yang ada di bumi dan hal ini menjadi sebuah tantangan besar dan membuat khawatir para ilmuan. Ratusan ilmuan terkenal dari berbagai negara telah menyampaikan peringatan bahaya akan sejumlah aktivitas yang merusak lingkungan hidup. Jika kondisi ini berlanjut, jutaan spesis di bumi ini akan punah. Hutan, padang sahara, danau dan sungai akan rusak. Namun hal ini mengusik pikiran para ilmuan dan memaksa mereka untuk berpikir demi mencegah terjadinya tragedi lingkungan hidup. Sebab, bumi saat ini dihuni oleh lebih dari enam milyar jiwa dan generasi-generasi lainnya masih akan bakal tinggal di planet ketiga tata surya ini. Kehidupan manusia sangat bergantung pada kondisi bumi dan kondisi alamnya. Kelalaian untuk menjaga lingkungan hidup akan berakibat fatal di kemudian hari.fenomena ini tak bisa dipungkiri bahwa manusia zaman ini sadar atau tidak telah merusak lingkungan hidup demi memperoleh kesenangan dan kemudahan hidup. Pengerusakan yang dilakukan oleh anak cucu Adam ini telah mengubah udara dan air sehingga dikhawatirkan di masa mendatang, planet bumi tidak lagi layak untuk dihuni. Keselamatan umat manusia benar-benar terancam, akibat perubahan ekosistem alam, rusaknya hutan dan tanah, juga percemaran air dan menipisnya lapisan ozon.

Pada bulan April tahun 1995 sebuah jurnal ilmiah internasional Neurotoxer Koji, merilis artikel dari sekelompok peneliti asal Australia yang menyebutkan bahwa penggunaan garam aluminium untuk menyuling air, menyebabkan pengkonsumsi air tersebut mengalami gangguan otak dan berpotensi menderita Alzheimer. Dalam berbagai riset selama lebih dari dua puluh tahun, terbukti bahwa keberadaan zat aluminium pada otak akan menyebabkan Alzheimer. Seorang peneliti Australia bernama Jody Walton mengatakan, peningkatan jumlah penderita Alzheimer dalam tujuh puluh tahun terakhir merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Lebih lanjut dikatakannya, "Kita setiap harinya mengkonsumsi zat alumunium yang terkandung dalam makanan dan minuman kita setiap hari, dan dampak dari zat tersebut akan kita rasakan pada masa tua". Zat alumunium itu terkandung dalam komposisi makanan, baking powder, pasta gigi, dan pada sebagian besar perabotan dapur. Meski manusia menyadari dan menyaksikan dampak dari perusakan lingkungan hidup, namun aksi tersebut terus berlangsung di negara-negara besar industri dan negara dunia ketiga. Dapat dikatakan bahwa perusakan lingkungan hidup adalah sebuah imbas dari ketimpangan sosial dan ekonomi yang terjadi di dunia. Penyimpangan pemanfaatan alam juga merupakan akibat dari minimnya tingkat kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup dan perundang-undangan yang lemah. Oleh karena itu Di mana-mana terjadi kepincangan dan kerusakan lingkungan. Secara global, berbagai spesies tumbuhan dan hewan terancam dan punah seiring dengan hilangnya habitat yang menjadi tempat tinggal mereka seperti hutan dan ekosistem pesisir/laut termasuk di daerah-daerah konservasi seperti Taman Nasional. Dalam Red List 2004 (http://www.iucnredlist.org/) disebut ada 15.589 spesies yang terancam punah dari total 1.544.441 spesies yang telah diketahui di dunia. Laju kepunahan saat ini adalah 100 hingga 1.000 kali laju kepunahan alami. Di Indonesia, 794 spesies terancam punah yang terdiri dari 147 spesies mamalia, 114 burung, 28 spesies reptil, 91 spesies ikan, 3 spesies moluska, 28 spesies invertebrata serta 383 spesies tumbuh-tumbuhan. Sekitar setengah dari hutan alami dunia telah hilang, hutan tropis yang memiliki setengah dari total spesies dunia juga hilang sekitar 17 juta hektar tiap tahunnya dan ini menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati secara dramatis.

Laju kerusakan hutan di Indonesia makin mengkhawatirkan dan terparah di planet ini, karena dalam tiga tahun terakhir (2001-2003) tingkat kerusakannya sudah mencapai 4,1 juta hektar/tahun (Forest Wacth Indonesia). Jika laju kerusakan hutan akibat penebangan liar, perambahan hutan, dan kebakaran tak diatasi, maka luas lahan kritis akan terus bertambah setiap tahunnya. Belum lagi ditambah pembabatan hutan untuk aktivitas pertambangan, dimana topografi daratan berubah dengan digalinya bukit-bukit yang menjadi sumber tambang. Berlakunya Otonomi Daerah makin memperparah hutan Indonesia, karena setiap daerah memiliki kewenangan membabat hutan dengan alasan untuk kesejahteraan masyarakatnya melalui hak pengelolaan hasil hutan (HPHH) yang izinnya cukup dikeluarkan oleh bupati.

Kondisi yang sama juga terjadi pada ekosistem pesisir dan laut sebagai daerah pelindung daratan dan sumber penyedia pangan. Seperempat kawasan hutan dataran rendah Indonesia yang didominasi mangrove telah habis akibat berbagai kegiatan konversi. World Bank maupun World Conservation Forum menyebutkan bahwa laju kerusakan di Indonesia mencapai 1,5-2 juta hektar per tahun. Jika laju perusakan masih seperti sekarang, diperkirakan pada tahun 2010 seluruh kawasan hutan dataran rendah tersebut akan lenyap. Seiring dengan itu, ekosistem terkait lainnya seperti terumbu karang yang produktif akan mengalami hal serupa. Dari 85.707 km2 terumbu karang yang ada, hanya 5 persen saja memiliki kondisi yang sangat baik. Kondisi dan status terumbu karang sekarang ini telah rusak parah serta mengalami degradasi di hampir semua kepulauan di Indonesia. Hal ini berhubungan erat ‘sebab-akibat’ dengan kerusakan lingkungan yang semakin tak terkendali. Seperti penggundulan hutan menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah menahan air sehingga menyebabkan kekeringan dan banjir. Lahan yang gundul mudah terbawa erosi dan menjadi lumpur yang terbawa aliran sungai ke laut. Lumpur yang berlebihan ini dapat menutupi terumbu karang sehingga menghambat fotosintesis dan akhirnya mati. Kerusakan terumbu karang pada akhirnya merusak ekosistem lautan. Ditambah dengan pencemaran, maka sumber pangan di darat/laut tak layak dikonsumsi manusia.

Kualitas lingkungan dewasa ini semakin menurun seiring dengan menurunnya kualitas hidup manusia berupa derajat dipenuhinya kebutuhan hidup sebagai makhluk hayati; manusiawi; dan kebebasan untuk memilih. Kerusakan lingkungan semakin menyebabkan dampak serius pada kesehatan/jiwa manusia. Penyebabnya bersumber pada manusia itu sendiri karena merusak alam, lingkungannya. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, walaupun dengan dalih ‘pembangunan’ dan kesejahteraan masyarakat, jelas-jelas terlihat indikator yang mana manusia secara tidak bertanggungjawab telah gagal memanfaatkan dan mengelola apa yang telah diberi Sang Pencipta. Padahal manusia diciptakan ‘lebih’ daripada ciptaan yang lain, namun, seringkali kita manusia menggunakan kelebihan itu secara ‘kebablasan’ karena menggangap yang paling ‘berkuasa’. Lebih parah lagi jika manusia tidak memahami, menyadari dan mengerti proses yang terjadi di dalam lingkungannya sehingga tidak menghargai lingkungan alam ciptaan TUHAN.

Sebagai objek sekaligus subjek pembangunan, manusia merupakan bagian dari sistem lingkungannya (ekosistem). Kehidupan manusia berkaitan erat dengan makhluk yang lain, baik tumbuhan, hewan, dan jasad renik. Dapat dibayangkan jika bumi tidak ada tumbuhan dan hewan. Dari mana oksigen dan makanan didapatkan manusia? Sebaliknya, tanpa manusia, tumbuhan, hewan dan jasad renik masih dapat melangsungkan kehidupannya. Jadi sudah sepatutnya disadari bahwa manusia membutuhkan makhluk hidup lain untuk menjamin kelangsungan hidupnya, bukan malah merusaknya dengan segala aktivitas yang di luar batas.

Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler. Setiap aktivitas manusia, sedikit atau banyak akan mengubah lingkungan hidupnya. Misalnya, seorang yang bekerja di dalam suatu ruangan kecil dan tertutup. Melalui pernafasannya, manusia tersebut mengurangi kadar gas oksigen di dalam ruangan dan mengeluarkan/menambah gas karbondioksida. Hembusan nafas yang dikeluarkan menghasilkan kalor, sehingga suhu udara di dalam ruangan meningkat akibat meningkatnya kadar karbondioksida di dalam ruangan maupun nafas yang dihembuskan orang tersebut. Kenaikan suhu merangsang pembentukan keringat sehingga udara di dalam ruangan tersebut menjadi tidak nyaman dan pengap. Akibat selanjutnya, prestasi kerja orang tersebut menurun karena menurunnya kualitas lingkungan tempat kerjanya.

Permasalahan lingkungan yang sangat mendasar berkaitan dengan populasi manusia, di mana pertumbuhannya sangat fenomenal semenjak era industrialisasi dimulai. 40 tahun saja setelah tahun 1950 populasi manusia telah berlipat dari 2.5 milyar menjadi 5 milyar. Kelipatan ini sama dengan kurun waktu pertumbuhan dari zaman batu 10.000 tahun lalu sampai tahun 1950. Populasi manusia telah melewati 6 milyar sebelum abad 20 berakhir. Dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi pada suatu negara, kebutuhan pangan, sumber energi berupa bahan bakar, pemukiman dan kebutuhan dasar lainnya yang tak lain bersumber dari alam juga akan tinggi. Pada gilirannya akan meningkatkan limbah domestik dan limbah industri yang mengakibatkan perubahan besar pada kualitas lingkungan hidup, terutama di negara yang sedang berkembang. Permasalahan yang berhubungan dengan populasi manusia ini hanya dapat diatasi bila populasi yang tinggi juga diimbangi dengan kualitas hidup yang tinggi.


Tujuan hidup yang wajar bagi kita sebagai umat manusia adalah menyesuaikan keseimbangan antara populasi manusia dengan lingkungan. Manusia sebagaimana halnya makhluk hidup yang lain, berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan hidupnya. Berinteraksi dengan alam bukan hanya sebagai makhluk biologis, tetapi lebih-lebih sebagai makhluk berbudaya karena manusia menjadi sumber pengaruh di hampir semua ekosistem di bumi. Planet bumi dengan biosfernya-lah yang merupakan ekosistem bagi manusia sekarang. Daya dukung (carrying capacity) ekosistem inilah yang akhirnya menentukan, penyesuaian apa yang harus dilakukan manusia dalam perilaku dan pola organisasi untuk tetap survive. Pemikiran jangka panjang sesuai dengan daya dukung bumi terutama adalah kecukupan sumber utama yaitu air, udara dan ruang gerak manusia.

Kualitas lingkungan jika dihubungkan dengan derajat pemenuhan kebutuhan dasar manusia (sandang, papan, pangan) berarti lingkungan merupakan sumberdaya. Dari lingkungan didapatkan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk produksi dan konsumsi. Sebagian besar dari sumber daya tersebut dimiliki oleh perorangan atau badan tertentu, Misalnya lahan atau sepetak hutan. Sebagian lagi sumber daya itu milik umum, misalnya udara, air, tanah, sungai pantai dan laut. Udara, misalnya, dibutuhkan untuk menjalankan mesin karena didalam udara terdapat oksigen yang dapat digunakan untuk proses pembakaran di dalam mesin.

Udara dan air sebagai sumber alam, kecuali sebagai faktor produksi, juga merupakan unsur lingkungan yang kita konsumsi. Udara dibutuhkan untuk pernafasan dan air digunakan untuk minum, mandi dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Air dan udara di lingkungan kita merupakan sumber daya milik umum dan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan modal yang biasa kita kenal dalam perusahan. Karena milik umum, orang dapat menggunakannya tanpa dipungut biaya atau dengan biaya yang ringan sekali. Apabila sumber daya tersebut dieksploitasi, lingkungan mampu melakukan regenerasi selama materi yang dikonsumsi tidak melampui kecepatan regenerasi dari lingkungan. Jika kecepatan konsumsi melampui kecepatan regenerasi akan terjadi apa yang disebut dengan pencemaran. Sebaliknya, jika lingkungan mampu melakukan regenerasi, sumber daya ini disebut dengan sumber daya yang terperbaharui.

Kemampuan lingkungan untuk memasok sumber daya dan untuk mengasimilasi zat pencemar adalah terbatas. Namun, yang nampak sekarang adalah kenaikan kualitas hidup manusia turut disertai dengan kenaikan tingkat konsumsi sumber daya dan pencemaran. Dengan meningkatnya kualitas hidup maka akan meningkat pula konsumsi sumber daya alam disertai dengan meningkatnya entropi (turunnya keteraturan) yang akan berdampak pada meningkatnya pencemaran. Jika untuk meningkatkan kualitas hidup disertai dengan meningkatkan laju konsumsi sumber daya alam, maka garis daya dukung lingkungan akan terlampui, hal ini berarti runtuhnya kehidupan umat manusia.

Oleh karna itu tidak baik mengulang-ulang lagi kerusakan lingkungan hidup. Yang lebih penting ialah bagaimana mencari jalan keluarnya. Paling sedikit, kita cari arah jalan keluar yang memberi kesempatan untuk lebih berhasil daripada sekarang. Marilah kita mengubah cara pandang terhadap lingkungan, menghargai dan membangun serta menyehatkan kembali lingkungan, bumi kita yang telah sakit. Kalau hutan sudah ditebang. Kalau sungai terakhir sudah tercemar dan udara terakhir sudah teracun, baru kita tahu bahwa uang yang kita hasilkan dari pengrusakaan lingkungan tidak bisa dimakan.



Bacaan di kutip dari :

http://geocorida.blogspot.com

http://sawali.info

http://www2.irib.ir

http://pahlano.multiply.com

This entry was posted on 6:47 PM . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Subscribe to: Post Comments (Atom) .

0 comments